Rabu, 14 Januari 2015

SMAN Teladan 1 Yogyakarta: Berprestasi, Berkarakter, dan Berakhlak


Dengan memadukan intelektualitas, kematangan emosi, dan penanaman nilai-nilai spiritualias, SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta mampu mencetak siswa berprestasi, berkarakter, dan berakhlak. Kedisiplinan, kejujuran, dan kerendahatian menjadi kunci suksesnya. Pendidikan karakter dilaksanakan sejak pertama kali siswa masuk sekolah.
Yogyakarta, GATRAnews - Bagi Zamroni, Kepala SMA Negeri Teladan 1 Yogyakarta, pendidikan bukan sekadar persoalan intelektualitas, melainkan juga spiritualitas dan emosional. "Pendidikan itu utuh, bukan parsial," ujarnya kepada Gatra, yang berkunjung ke sekolah itu, Jumat dua pekan lalu. Baginya, jika siswanya hanya sukses secara intelektual tanpa kematangan emosi dan spiritualitas, bisa berbahaya. "Orang-rang yang melakukan korupsi itu hanya intelektualnya yang baik," kata pria yang sebentar lagi memasuki masa pensiun itu.

Karena itu, Zamroni selalu menempatkan setiap prestasi yang diraih para siswa dalam konteks pendidikan yang utuh tadi. Ketika ada siswa SMA Negeri Teladan 1 yang menang dalam ajang olimpiade sains, misalnya, ia selalu mengatakan, prestasi itu diraih bukan dari hasil mengalahkan orang lain, melainkan karena siswa telah berbuat yang terbaik. "Jadi, kalau orang lain berbuat yang terbaik pula, kita bersyukur," katanya.

Untuk itu, kata Zamroni, pihak sekolah selalu memotivasi siswa untuk berbuat yang terbaik. Bukan hanya demi diri sendiri dan sekolah, melainkan juga demi daerah dan bangsanya. "Kalau pretasi sekolah ini macet, DIY macet. Bukan hanya sukses di lomba. Puasnya karena berbuat sesuatu untuk orang lain dan negara," ujarnya. Kedisiplinan menjadi kunci bagi siswa-siswi sekolah yang berdiri sejak 1957 itu untuk dapat berbuat dan meraih yang terbaik tadi.

Soal disiplin, SMA Negeri Teladan 1 memang kerap dinilai terlalu ketat. Bahkan, kabarnya, banyak anak yang berpikir ulang untuk mendaftar ke sekolah itu lantaran ketatnya peraturan yang diterapkan. Namun, kata Zamroni, dugaan seperti itu kurang tepat. Sebab peraturan yang serba-ketat itu justru dibuat siswa sendiri melalui MPK OBTB (Osis Bhinneka Teladan Bhakti). "Jadi, sesuai dengan kehendak siswa itu sendiri," katanya.

Bukan hanya urusan peraturan yang ditetapkan lewat musyawarah. Urusan-urusan lain menyangkut kebutuhan siswa pun, baik di bidang akademis maupun non-akademis, ditentukan lewat musyawarah. Untuk itu, dalam periode tertentu selalu diadakan sarasehan rutin, semacam diskusi antara perwakilan siswa dan pihak sekolah, untuk membahas masalah-masalah tersebut. Karena itu, menurut Zamroni, meski terkenal ketat, peraturan tidak dijalankan secara otoriter tanpa memperhatikan kebutuhan siswa.

Selain penerapan disipilin, siswa juga diberi berbagai pendidikan dan pelatihan pembentukan karakter, seperti sikap rendah hati dan kejujuran. Zamroni menekankan, prestasi harus dipacu setinggi mungkin, tetapi harus tetap mengutamakan kejujuran dan kerendahatian. Untuk itu, di lingkungan sekolah ini dikenal semboyan 6S (salam, sapa, senyum, sopan, santun, sederhana). Siswa peraih medali emas olimpaide sains nasional pun tidak diperkenankan bersikap sombong.

Para siswa harus tetap menghormati sesamanya, juga para guru. Menunjukkan sikap hormat kepada guru ini pun disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dahulu murid harus membungkukkan badan dan membawakan tas atau barang bawaan gurunya untuk menunjukkan rasa hormat. Kini cara menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang itu berbeda. Guru sudah merasa dihormati jika muridnya menyapa. Misalnya, "Pagi, Pak... saya duluan, ya, Pak! Permisi!" Sapaan seperti itu, kata Zamroni, sudah membuat guru merasa dihormati.

Demikian pula dengan sikap jujur. Menjunjung tinggi kejujuran bukan hanya berlaku bagi siswa, melainkan juga guru dan seluruh elemen di sekolah. "Minta siswa jujur tapi gurunya tidak bagaimana?" katanya. Demi membentuk karakter dan kepribadian siswa yang baik ini, pendidikan karakter diberikan sejak awal siswa masuk ke sekolah, tepatnya sejak masa orientasi sekolah (MOS). Khusus untuk kelas XII juga digelar pelatihan emotional spiritual quotient (kecerdasan emosi dan spiritual). Rencananya, pelatihan ini juga akan diberikan kepada siswa kelas X dan XI.

Dengan sistem pendidikan yang komprehensif yang memadukan intelektualitas, spiritualitas, dan kematangan emosi itu, tak mengherankan jika sekolah ini tidak hanya mencetak siswa berprestasi, melainkan juga teladan. Selain meraih prestasi di olimpiade sains, siswa sekolah ini juga berprestasi di bidang karya ilmiah. Tahun 2011, karya siswa SMA Negeri Teladan 1 Yogyakarta berhasil meraih juara III lomba kelompok ilmiah remaja LIPI ke-43.

Proposal penelitian yang berhasil memenangkan peringkat ketiga itu disusun oleh tiga siswa, yaitu Aulia Azka Januartika, Anas Mufidnurrochman, dan Amalia Nungrahaningrum (ketiganya kini kelas XII). Judul proposal penelitiannya adalah "Dam Erupsi Merapi". "Dam ini menahan sekaligus memisahkan lahar dingin dan pasir jadi tidak bahaya," kata Aulia sambil menunjukkan maket.

Karya itu mendapat apresiasi dari akademisi setempat. Idenya dianggap orisinal. Tiga siswa itu bahkan pernah mempresentasikan hasil riset tersebut di Pittsburg University, Amerika serikat. Seorang pengajar di sana bahkan menantang proyek serupa di Tibet dengan medan lebih curam dan material lebih kompleks. Sayang, tiga siswa itu sedang berkonsentrasi menghadapi ujian nasional.

Tahun 2012, SMA Negeri Teladan 1 Yogyakarta juga berhasil meraih juara olimpiade penelitian siswa Indonesia (OPSI). Karya ilmiah tiga siswa sekolah itu, Karina Umma, Avina Alawya, dan Syaifullah Rangga, yang berjudul "Program Siswa Mengajar Siswa (SMS)", berhasil meraih emas. Program ini dinilai terbaik karena memiliki muatan sosial.

Program tersebut sebenarnya mirip bimbingan belajar. Yakni siswa SMA Negeri Teladan 1 mengajar anak-anak SD dari warga kurang mampu di Gampingan, kampung dekat sekolah. Pihak sekolah memang sangat memperhatikan pendidikan bagi kalangan kurang mampu, khususnya siswa miskin yang berprestasi. Saat ini, ada lima siswa miskin berprestasi yang dibebaskan dari biaya pendidikan. Jika tidak ada alokasi dana dari pemda, pihak sekolah juga siap membantu dengan infak dari guru. "Jangan siswa keluar karena biaya," kata Zamroni.

Selain kewajiban belajar, siswa juga diberi kesempatan mengembangkan ekspresi dan kreativitas mereka di bidang non-akademik. SMA ini memiliki beberapa kelompok ekstrakurikuler, seperti klub jurnalis, klub teater, kelompok ilmiah remaja, palang merah remaja, pencinta alam, klub bahasa asing, orkestra, sampai pramuka. Para siswa dibebaskan memilih berkegiatan di kelompok-kelompok tersebut untuk mengembangkan diri, sesuai dengan minat dan bakatnya.

Dengan berbagai prestasi yang telah diraih itu, wajar jika pada 24 Mei 1995, sekolah yang dulu bernama Algernere Midlebaar School (AMS) Afdelling Yogyakarta ini ditetapkan sebagai sekolah unggulan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu, pada 1998, disempurnakan sebagai SMA berwawasan keunggulan. SMA Negeri Teladan 1 Yogyakarta juga kemudian ditetapkan sebagai sekolah model budi Pekerti. Mulai tahun 2001/2002, sekolah ini melaksanakan program percepatan akselerasi pendidikan.

1 komentar: